Menurut bahasa,
kearifan lokal terdiri dari dua kata, yaitu kearifan dan lokal. Di dalam KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia), kearifan artinya bijaksana, sedangkan local
artinya setempat. Dengan demikian pengertian kearifan lokal menurut
tinjauan bahasa merupakan gagasan-gagasan atau nilai-nilai setempat atau
(lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam
dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya di tempat tersebut. Kearifan
lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi
geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu
yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai
lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.
Kearifan lokal
masyarakat sudah ada di dalam kehidupan masyarakat semenjak zaman dahulu mulai
dari zaman prasejarah hingga saat ini. Kearifan lokal merupakan perilaku
positif manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang
bisa bersumber dari nilai-nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau
budaya setempat yang terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat
untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya.
Berdasarkan
tinjauan agama, kearifan adat yang dipahami sebagai segala sesuatu yang
didasari pengetahuan dan diakui akal serta dianggap baik oleh ketentuan agama.
Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya bernilai baik,
karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang berulang-ulang dan
mengalami penguatan (reinforcement). Apabila suatu tindakan tidak dianggap baik
oleh masyarakat maka ia tidak akan mengalami penguatan secara terus-menerus.
Pergerakan secara alamiah terjadi secara sukarela karena dianggap baik atau
mengandung kebaikan. Adat yang tidak baik akan hanya terjadi apabila terjadi
pemaksaan oleh penguasa. Bila demikian maka ia tidak tumbuh secara alamiah
tetapi dipaksakan.
Secara
filosofis, kearifan lokal dapat diartikan sebagai sistem pengetahuan masyarakat
lokal/pribumi (indigenous knowledge systems) yang bersifat empirik dan
pragmatis. Bersifat empirik karena hasil olahan masyarakat secara lokal
berangkat dari fakta-fakta yang terjadi di sekeliling kehidupan mereka.
Bertujuan pragmatis karena seluruh konsep yang terbangun sebagai hasil olah
pikir dalam sistem pengetahuan itu bertujuan untuk pemecahan masalah
sehari-hari (daily problem solving). Kearifan lokal merupakan sesuatu
yang berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu (budaya lokal) dan
mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu (masyarakat lokal). Dengan
kata lain, kearifan lokal bersemayam pada budaya lokal (local culture).
Di Indonesia
istilah budaya lokal juga sering disepadankan dengan budaya etnik / subetnik.
Setiap bangsa, etnik, dan sub etnik memiliki kebudayaan yang mencakup tujuh
unsur, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan
hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian.
Beberapa bentuk
pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda,
nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat. Kearifan
lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang
mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai
bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut
sebagai jiwa dari budaya lokal.
I. Peranan
Kearifan Lokal
1. Menjaga
Suatu Lingkungan
Tidak bisa
dipungkiri bahwa masyarakat adat, lokal, tradisional yang pada umumnya tinggal
dan berada di dalam maupun disekitar hutan. Masyarakat tersebut telah melakukan
pengelolaan hutan sejak ratusan tahun yang lalu hingga saat ini secara turun
temurun. Pengelolaan hutan tersebut dilakukan berdasarkan kearifan, aturan dan
mekanisme kelembagaan yang ada dan mampu serta teruji menciptakan tertib hukum
pengelolaan, pengelolaan yang berbasis masyarakat dan pemanfaatannya berdimensi
jangka panjang. Dapat dikatakan bahwa tingkat kerusakan hutan yang ditimbulkan
sangatlah kecil. Berbeda jika hutan di kelola tanpa didasari kearifan, aturan
dan mekanisme-mekanisme tertentu, mereka tidak akan bertanggung jawab akan apa
yang telah mereka lakukan. Dan hutan tersebut mungkin akan jadi hutan yang
tandus dan tidak dapat di gunakan unuk generasi-generasi berikutnya. Karena
Kearifan lokal merupakan salah satu menifestasi kebudayaan sebagai system yang
cenderung memegang erat tradisi, sebagai sarana untuk memecahkan persoalan yang
sering dihadapi oleh masyarakat lokal.
2. Proses
Pembangunan Daerah
Perekonomian
berkelanjutan yaitu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang
tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya.
Sehingga kearifan lokal memiliki arti penting dalam suatu proses pembangunan di
suatu daerah agar terjadi suatu kebijaksanaan dalam menggunakan lahan yang ada,
menggunakan suatu pembangunan tersebut tanpa merusak lingkungan dan menggunakan
perekonomian yang bersifat berkelanjutan.
3. Pengelolaan
Sumber Daya
Ketergantungan
dan tidak-terpisahan antara pengelolaan sumberdaya dan keanekaragaman hayati
ini dengan sistem-sistem sosial lokal yang hidup di tengah masyarakat bisa
secara gamblang dilihat dalam kehidupan sehari-hari di daerah pedesaan, baik
dalam komunitas-komunitas masyarakat adat yang saat ini populasinya
diperkirakan antara 50 – 70 juta orang, maupun dalam komunitas-komunitas lokal
lainnya yang masih menerapkan sebagian dari sistem sosial berlandaskan
pengetahuan dan cara-cara kehidupan tradisional. Yang dimaksudkan dengan
masyarakat adat di sini adalah mereka yang secara tradisional tergantung dan
memiliki ikatan sosio-kultural dan religius yang erat dengan lingkungan
lokalnya. Batasan ini mengacu pada “Pandangan Dasar dari Kongres I Masyarakat
Adat Nusantara” tahun 1999 yang menyatakan bahwa masyarakat adat adalah komunitas-komunitas
yang hidup berdasarkan asal-usul secara turun-temurun di atas satu wilayah
adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial
budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola
keberlangsungan kehidupan masyarakat.
Dari
keberagaman sistem-sistem lokal ini bisa ditarik beberapa prinsip-prinsip
kearifan tradisional yang dihormati dan dipraktekkan oleh komunitas-komunitas
masyarakat adat, yaitu antara lain:
- Ketergantungan manusia dengan alam yang mensyaratkan keselarasan hubungan dimana manusia merupakan bagian dari alam itu sendiri yang harus dijaga keseimbangannya.
- Penguasaan atas wilayah adat tertentu bersifat eksklusif sebagai hak penguasaan dan/atau kepemilikan bersama komunitas (comunal property resources) atau kolektif yang dikenal sebagai wilayah adat (di Maluku dikenal sebagai petuanan, di sebagian besar Sumatera dikenal dengan ulayat dan tanah marga) sehingga mengikat semua warga untuk menjaga dan mengelolanya untuk keadilan dan kesejahteraan bersama serta mengamankannya dari eksploitasi pihak luar. Banyak contoh kasus menunjukkan bahwa keutuhan sistem kepemilikan komunal atau kolektif ini bisa mencegah munculnya eksploitasi berlebihan atas lingkungan lokal.
- Sistem pengetahuan dan struktur pengaturan (‘pemerintahan’) adat memberikan kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam pemanfaatan sumberdaya hutan.
- Sistem alokasi dan penegakan hukum adat untuk mengamankan sumberdaya milik bersama dari penggunaan berlebihan, baik oleh masyarakat sendiri maupun oleh orang luar komunitas.
- Mekanisme pemerataan distribusi hasil “panen” sumberdaya alam milik bersama yang bisa meredam kecemburuan sosial di tengah-tengah masyarakat.
Prinsip-prinsip
ini berkembang secara evolusioner sebagai akumulasi dari temuan-temuan
pengalaman masyarakat adat selama ratusan tahun. Karenanya, prinsip-prinsip ini
pun bersifat multi-dimensional dan terintegrasi dalam sistem religi, struktur
sosial, hukum dan pranata atau institusi masyarakat adat yang bersangkutan.
Masyarakat lokal di pedesaan yang menyebut dirinya sebagai masyarakat adat,
juga secara berkelanjutan menerapkan kearifan (pengetahuan dan tata cara)
tradisional ini dalam kehidupannya, termasuk dalam memanfaatkan sumberdaya dan
keanekaragaman hayati untuk memenuhi kebutuhannya seperti pengobatan,
penyediaan pangan, dan sebagainya. Masa depan keberlanjutan kehidupan kita
sebagai bangsa, termasuk kekayaan sumberdaya dan keanekaragaman hayati yang
dimilikinya, berada di tangan masyarakat adat yang berdaulat memelihara
kearifan adat dan praktek-praktek pengelolaan sumberdaya alam yang sudah
terbukti mampu menyangga kehidupan dan keselamatan mereka sebagai komunitas dan
sekaligus menyangga fungsi layanan ekologis alam untuk kebutuhan mahluk lainnya
secara lebih luas.
II. Contoh-contoh
nyata Kearifan Lokal di dalam sebuah masyarakat
1.
Kearifan Lokal di Yogyakarta
Pernah
mendengar Gunung Kidul? Pasti bayangan kita langsung kekeringan. Benar saja,
salah satu keunikan Gunung Kidul adalah kawasan Karst. Tetapi harus kita ingat
bahwa kawasan ini telah dihuni selama berabad-abad oleh masyarakatnya bahkan
dari zaman batu. Munculnya peradaban manusia yang berkembang pada kawasan ini
menggambarkan bahwa masyarakat di kawasan ini telah dapat beradaptasi dengan
kekeringan. Air menjadi sangat berharga di kawasan ini. Apakah tidak ada sumber
air di kawasan ini? Oh kita jangan salah, kawasan ini memiliki sungai bawah
tanah yang banyak sekali tetapi karena merupakan kawasan karst agak sulit untuk
menaikkan air karena kedalamannya dan juga tipikal kawasan karst. Masyarakat di
kawasan ini melakukan pemeliharaan cekungan-cekungan (sinkhole), mereka
memodifikasi bagaimana cekungan ini sebagai tabungan air mereka dengan menata
batu dan menanami tanaman seperti jarak dan jati di sekitar bibir cekungan.
Batu sebagai penyaring, sementara tanaman sebagai penyimpan air. Selain itu
juga para penduduk juga menampung air ketika musim hujan tiba sebagai tabungan
air ketika kemarau datang.
2.
Kearifan Lokal Kediri
Cerita Panji
mungkin bukan hal yang asing lagi terutama di tanah Jawa Timur. Cerita Panji
adalah harta karun yang dimiliki Jawa Timur, lahir di Kediri berkembang sejak
zaman Majapahit. Salah satu dongeng Panji adalah Enthit yang terkait dengan
pertanian. Cerita semacam Enthit itu memberikan inspirasi mengapa timun dapat
ditanam sampai mentheg-mentheg (gemuk dan menyenangkan). Mengapa berbagai
sayuran itu tumbuh subur dan menyehatkan. Bagaimana petani pada masa itu
memperlakukan lahannya. Bagaimana cara bercocok tanam, semuanya seolah-olah
diserahkan pada kekuasaan alam belaka. Semuanya dilakukan dengan cara organik.
Konsep pertanian dalam budaya Panji adalah soal tantra atau kesuburan. Jadi
bagaimana memperlakukan tanah (lahan) seperti menyayangi istri dan ini
hubungannya dengan konservasi alam.
3. Kearifan Lokal di Sumatera Utara
Sumatera Utara
memiliki sekelompok masyarakat yang dikenal sebagai Parmalim berpusat di
Hutatinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir. Parmalim menekankan
lingkungan hidup pada dasarnya memberi dukungan terhadap kelangsungan hidup
manusia, maka sewajarnya manusia juga memberi dukungan terhadap lingkungan hidup.
Air adalah sumber kehidupan, maka kita harus memberi dukungan terhadap semua
hal yang berkaitan dengan pelestarian air. Pada saat menebang pohon, maka bisa
dilakukan jika sebelumnya sudah cukup banyak menanam tunas baru, selain itu
aturan penebangan juga dengan cara bahwa penebang tidak boleh merobohkan pohon
besar sampai menimpa anak pohon lain, jika terjadi maka penebang harus diganti
orang lain. Selain itu juga dalam memetik umbi-umbian yang menjalar, umat
Parmalim harus menyisakan tunas sehingga bisa tumbuh kembali.
III. Tantangan-tantangan yang harus dihadapi
dalam mewujudkan kearifan lokal
1.
Jumlah Penduduk
Pertumbuhan
penduduk yang tinggi akan mempengaruhi kebutuhan pangan dan berbagai produksi
lainnya untuk mencukupi kebutuhan manusia. Robert Malthus menyatakan bahwa
penduduk yang banyak merupakan penyebab kemiskinan, hal ini terjadi karena laju
pertumbuhan penduduk yang mengikuti deret ukur tidak akan pernah terkejar oleh
pertambahan makanan dan pakaian yang hanya mengikuti deret hitung. Adanya
kebutuhan pangan yang tinggi menuntut orang untuk meningkatklan produksinya
guna mencukupi kebutuhan tersebut, sehingga melakukan modernisasi pertanian
dengan melakukan revolusi hijau. Dalam Revolusi hijau dikembangkan penggunaan
bibit unggul, pemupukan kimia, pengendalian hama penyakit dengan obat-obatan,
pembangunan saluran irigasi secara besar-besaran untuk pengairan dan penggunaan
teknologi pertanian dengan traktor untuk mempercepat pekerjaan.
2.
Teknologi Modern dan Budaya
Perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan yang cepat menyebabkan kebudayaan berubah dengan
cepat pula. perubahan yang terjadi pada masyarakat yang kebudayaannya sudah
maju atau kompleks, biasanya terwujud dalam proses penemuan (discovery),
penciptaan baru (invention), dan melalui proses difusi (persebaran
unsur-unsur kebudayaan). Perkembangan yang terwujud karena adanya inovasi (discovery
maupun invention) dan difusi inovasi mempercepat proses teknologi,
industrialisasi dan urbanisasi. Ketiga komponen tersebut secara bersama
menghasilkan proses modernisasi dalam suatu masyarakat yang bersangkutan.
Teknologi modern secara disadari atau tidak oleh masyarakat, sebenarnya
menciptakan keinginan dan harapan-harapan baru dan memberikan cara yang
memungkinkan adanya peningkatan kesejahteraan manusia.
3.
Modal Besar
Eksploitasi
terhadap sumberdaya alam dan lingkungan sekarang ini telah sampai pada titik
kritis, yang menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan masyarakat. Di samping
masalah lingkungan yang terjadi di wilayah-wilayah dimana dilakukan eksploitasi
sumberdaya alam, sebenarnya terdapat masalah kemanusiaan, yaitu tersingkirnya
masyarakat asli (indigenous people) yang tinggal di dalam dan sekitar
wilayah eksploitasi baik eksploitasi sumberdaya hutan, sumberdaya laut, maupun
hasil tambang. Mereka yang telah turun temurun tinggal dan menggantungkan
kehidupannya pada hutan maupun laut, sekarang seiring dengan masuknya modal
besar baik secara legal maupun illegal yang telah mngeksploitasi sumberdaya
alam, maka kedaulatan dan akses mereka terhadap sumberdaya tersebut terampas.
Fenomena
tersebut tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintah dalam pengelolaan
sumberdaya alam selama ini yang lebih menitikberatkan kepada upaya perolehan
devisa Negara melalui eksploitasi sumberdaya alam yang bernilai ekonomis.
Besarnya keuntungan yang bias diraih diikuti dengan meningkatnya devisa dan
daya serap tenaga kerja pada sektor yang bersangkutan, semakin menguatnya
legitimasi beroperasinya modal besar di sektor tersebut. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa kekayaan sumberdaya alam dan hayati yang dimiliki dapat
diekstraksi untuk mendapatkan surplus.